Islam sangat menggalakkan umatnya untuk berlumba-lumba dalam membuat kebaikan, memperbanyakkan amalan soleh dan menahan diri dari melakukan dosa. Seseorang akan senang ketika melihat dirinya banyak beramal kebaikan. Namun begitu, satu perkara yang pasti hendaklah menghindarkan dirinya dari rasa ujub (bangga diri) dan tertipu oleh banyaknya amal soleh yang dikerjakan dan terlalu berharap kepada jaminan Allah, merasa memiliki hak lebih atas amal kebajikan yang dilakukannya.
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah meringkas definasi ujub sebagai berikut: “Yaitu perasaan takjub terhadap diri sendiri hingga seolah-olah dirinyalah yang paling utama daripada yang lain. Padahal boleh jadi ia tidak dapat beramal sebagus amal saudaranya itu dan boleh jadi saudaranya itu lebih wara’ dari perkara haram dan lebih suci jiwanya ketimbang dirinya!”
Al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata: “Iblis jika ia dapat melumpuhkan bani Adam dengan salah satu dari tiga perkara ini: ujub terhadap diri sendiri, menganggap amalnya sudah banyak dan lupa terhadap dosa-dosanya. Dia berkata: “Saya tidak akan mencari cara lain.”
Penyakit hati yang paling ditakutkan adalah penyakit ujub. Menyangka bahwa dosa kecil yang dilakukan tidaklah sebanding dengan amal kebajikannya yang berlimpah, sehingga membuat manusia tertipu. Dirinya menyangka bahawa dosa tersebut akan hanyut tak berbekas, tenggelam dalam lautan amal kebaikannya. Dia menyangka bahwa dosa kecil tersebut tidak berpengaruh di hadapan Allah. Seakan-akan ia melihat catatan amal kebaikan sahaja dihadapannya, lalu timbul ujub dalam hati dan mengira dirinya berhak masuk syurga.
Abu Hurairah R.A. meriwayatkan sabda Nabi Muhammad S.A.W.: "Amal kebaikan seseorang tak akan memasukkannya ke dalam syurga." Para sahabat bertanya,"Tidak juga Anda wahai Rasulullah?" Beliau menjawab,"Tidak pula diriku. Hanya saja, Allah selalu menaungiku dengan kurnia rahmat-Nya." (Bukhori, Muslim)
Karena itu banyak ulama yang telah memperingatkan bahaya dan konsekuensi bangga diri dalam beramal. Abdullah bin Mas'ud berpesan,"Keselamatan amal anda ada pada ketakwaan dan niat. Sedangkan kebinasaan amal anda ada pada putus asa dan ujub." Mithraf bin Abdullah berkata,"Sungguh saya lebih menyukai tidur di malam hari (tidak sholat malam) dan kemudian menyesal dari pada shalat di malam hari dan kemudian ujub di pagi harinya."
Salah satu sebab ujub adalah kerana merasa telah banyak melakukan amal salih yang membuat ia melupakan atau menganggap kecil dosa-dosanya, sehingga dia merasa mendapat hak lebih di hadapan Allah atas apa yang telah ia lakukan. Rasulullah memperingatkan manusia dari bahaya bangga diri, "Kalaulah bukan kerana dosa, niscaya manusia akan binasa kerana ujub."
Seorang muslim tentu merasa sangat rugi jika amal kebaikannya tidak boleh menolongnya disebabkan sikap ujub dan sombong atas apa yang telah dilakukannya. Seseorang musliam hendaklah berusaha mengatasi perasaan bangga diri, diantaranya:
a. Menyedari bahawa amal salih yang dikerjakan terjadi semata-mata atas bimbingan Allah dan kurnia-Nya. Allah berfirman, "Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah datangnya." (An Nahl:53)
b. Bersikap rendah diri dan menyedari bahawa ramai lagi hamba Allah yang mendapat ganjaran yang jauh lebih banyak dari dirinya walaupun secara mata kasar mereka lebih sedikit amal kebajikannya. Hal ini boleh terjadi, misalnya seseorang yang tertimpa musibah kemudian bersabar atas apa yang telah menimpa dirinya tersebut. Maka dia akan mendapat pahala yang tidak disangka-sangkanya. Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan dibalas dengan ganjaran yang tidak disangka-sangka." (Az Zumar: 10)
c. Mengingat-ingat dahsyatnya peristiwa pada hari kiamat. Di saat ini seseorang akan mencemoh dirinya sendiri dan merasa sangat rendah diri kerana pada hari pembalasan ini akan terungkap rahsia betapa dirinya belum beribadah kepada Allah sebagaimana mestinya.
d. Tidak merasa cepat puas dan percaya terhadap banyaknya amal kebajikan yang dilakukan, kerana tidak adanya jaminan bahawa amal itu diterima. Dan tidak merasa tenang terhadap dosa-dosa yang telah dilakukannya sekecil apapun, karena tidak adanya jaminan bahawa dosa itu telah diampuni.
Sikap selalu takut dan risau bahawa amal kebaikannya tidak diterima sangat membantu seseorang agar terbebas dari sikap ujub atas apa yang telah dilakukannya. 'Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah tentang tafsir ayat, yang ertinya:
"Dan orang-orang yang memberikan apa yang mereka berikan, dengan hati yang takut karena mereka tahu bahawa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka." (Al Mukminun:60)
Beliau bertanya, "Apakah mereka orang-orang yang meminum khamar (minuman yang memabukkan)dan pencuri?" Nabi menjawab, "Tidak, wahai 'Aisyah. Bahkan mereka adalah orang-orang yang berpuasa, solat, dan bersedekah namun mereka takut amal kebaikannya tidak diterima. Mereka itu termasuk orang-orang yang bersegera melakukan kebaikan."
Para ulama berpendapat bahawa yang beliau maksud adalah orang yang beramal salih dan sangat takut amalnya tidak diterima, karena takut tidak sempurna dalam mengerjakannya.
Berlumba memperbanyakkan amal soleh, ikhlas, mengikuti sunnah Rasulullah dan selalu berwaspada dari ketertipuan dalam beramal adalah cita-cita seorang mukmin sebagai bekal menuju kehidupan setelah kematian. Sesuatu yang sama sekali tidak diinginkan jika pada Hari Perhitungan amal seseorang datang menghadap kepada Allah dengan membawa catatan amal yang tampak baik lalu dicampakkan begitu saja kemukanya, tak berguna sedikitpun kerana tidak memenuhi persyaratan padahal ia mengira akan selamat.
Jangan Ujub Dengan Banyaknya Amal
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Renungan
Dari Abu Hurayrah r.a., katanya: Bersabda Rasulullah Saw.: “Berfirman Allah Yang Maha Agung: Aku berada dalam sangkaan hamba-Ku tentang Aku, dan Aku bersama-nya ketika ia menyebut Aku. Bila ia menyebut Aku dalam dirinya, Aku menyebut dia dalam Diri-Ku. Bila ia menyebut Aku dalam khalayak, Aku menyebut dia dalam khalayak yang lebih baik dari itu. Bila ia mendekat kepada-Ku satu jengkal, Aku mendekat kepadanya satu hasta. Bila ia mendekat kepada-Ku satu hasta, Aku mendekat kepadanya satu depa. Bila ia datang kepada-Ku berjalan kaki, Aku datang kepadanya berlari-lari.(Riwayat Bukhari, Muslim, Ibn Majah, At-Tirmidzi, Ibn Hanbal)
0 comments:
Post a Comment